Membentuk Generasi Qur'ani:
Solusi Membangun Peradaban Ummat
Dahulu, era tahun 80-an masih terngiang dalam benak ummat
Islam senandung suara al-Qur’an di setiap rumah warga, di surau, musholla dan
masjid-masjid, setiap sore mereka berbondong-bondong membawa obor dan
berpenerangan lampu minyak mengaji dengan riang dan gembira. Sebuah pemandangan yang begitu indah dan
merindukan. Akan tetapi ada sesuatu yang terlupakan dimanakah generasi-generasi
itu saat ini, dan manakah penerusnya ?
Semuanya telah hilang bersama dengan angin globalisasi dan
informasi yang dengan kencang menggerus motivasi al-Qur’an generasi ummat
Islam. Televisi telah menjadi kitab suci baru, internet menjadi panduan hidup
yang instan dan game dan intertainmen telah menjadi hiburan nurani ummat ini
yang telah mulai tercabik-cabik. Sebuah pemandangan yang patut direnungi oleh
seluruh ummat Islam, untuk mengembalikan segala kejayaan yang pernah tercapai. Hal ini tidak akan
pernah ada kecuali mulai saat ini harus membangkitkan kembali “generasi
qur’ani” yang telah lama terkubur.
kaum Mukminin seharusnya merenungkan dalam-dalam, terutama
mereka yang terlibat dalam Gerakan Islam (Harakah Islamiyah) atau yang akitve
dibidang dakwah. Mereka patut merenungkan, betapa Al-Qur’an mempunyai pengaruh
yang sangat menentukan terhadap masa depan dakwah Islam bahkan masa depan
sukses manusia baik di dunia ataupun di akhirat. Sebuah methode (minhaj) yang
diberikan oleh Allah Azza wa Jalla secara sempurna, dan telah menuntun
kehidupan manusia, sampai hari ini.
Dakwah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, pernah menghasilkan
generasi yang tidak pernah dikenal sebelumnya, yaitu generasi para Shahabat.
Generasi yang memiliki ciri atau karakter tersendiri, dan mempunyai pengaruh
yang luar biasa dalam sejarah Islam. Nampaknya dakwah ini tidak pernah lagi
menghasilan sebuah generasi seperti yang pernah dihasilkan generasi para
Shahabat.
Memang sepanjang sejarah selalu ada orang-orang besar, yang
menghiasi lembaran-lembaran sejarah, tetapi mereka tidak akan pernah dapat
menyamai generasi para Shahabat. Tidak pernah terjadi sepanjang sejarah, di
mana berkumpul sedemikian banyaknya, pada suatu tempat dan periode, sebagaimana
terjadi pada periode dakwah yang pertama, yang dilaksanakan oleh Rasulullah
Shallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi seluruh kebesaran, kesuksesan yang telah
mereka capai dapat kita miliki baik secara pribadi maupun secara kolektif
keummatan dengan cara bagaimana ummat ini mampu membangkitkan kembali
generasi-generasi yang mau dan mau menjadikan al-Qura’an sebagai panduan hidup
mereka.
Allah
Azza Wa Jalla telah menjamin untuk memerlihara ketinggian Islam ini, dan
mengajarkan bahwa Islam ini terus berjalan dengan tidak adanya Rasulullah
Shallahu alaihi wa sallam. Semua ini tak lain merupakan buah dari dakwah Beliau
Shallahu alaihi wa sallam, yang melaksanakan dakwah selama 23 tahun, lalu
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dijemput-Nya, dikekalkan-Nya agama ini
sampai akhir zaman. Islam terus berjalan
dengan penuh geloranya, karena telah adanya Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang
merupakan warisan kekal, sepanjang zaman dans sejarah manusia.
Mengapa
generasi pertama dalam dakwah ini, mempunyai karakter yang khas, dan tidak akan
pernah terjadi lagi sesudahnya, karena mereka berinteraksi langsung dengan
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, dan menerima wahyu (Al-Qur’an), dan
mengamalkannya. Mereka mengambil Al-Qur’an sebagai sumber bagi kehidupannya.
Tidak mengambil sumber dari sumber-submer yang bathil buatan manusia. Seperti
digambarkan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam :
“Sewaktu
Aisyah RA, ditanya tentang budi-pekerti Rasul Shallahu alaihi wa sallam, ia
berkata : “Budi pekertinya adalah Al-Qur’an”. (HR. Imam Ahmad)
Al-Qur’an
menjadi satu-satunya sumber bagi kehidupan mereka, menjadi ukuran, dan dan
dasar berpikir mereka. Ketika itu, bukan manusia tidak memiliki peradaban di
bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Bukan. Justru saat itu peradaban Romawi,
ilmu pengetahuan, dan hukum Romawi, yang sekarang masih menjadi ciri atau
ideologi Eropa.
ahkan
terdapat pengaruh peradaban Yunani, yang begitu kuat, di dalam kehidupan,
sumber peradaban materi, yang sekarang terus mengalami dekadensi, yang menuju
kehancurannya.
Mengapa
generasi pertama dakwah ini, membatasi diri, dan tidak mau menerima berbagai
peradaban dan pemikiran yang ada waktu, dan sudah sangat maju? Rasulullah Shallahu
alaihi wa sallam, ingin membentuk sebuah generasi baru, yang dikenal dengan
“Generasi Qur’ani”. Mereka yang benar-benar hidup dibawah naungan Al-Qur’an.
Tidak hidup dibawah pengaruh atau terkontaminasi dengan peradaban Romawi dan
Yunani, yang merupakan induk dari peradaban materialisme. Ada peradaban India,
Cina, Romawi, Yunani, Persia, semuanya mengelilingi jazirah Arab dari Utara dan
Selatan. Agama Yahudi dan Nashrani juga hidup di jazirah Arab, yang melahirkan
peradaban dan budaya paganisme.
Rasulullah
Shallahu alaihi wa sallam membatasi para Shahabat, yang ingin membentuk sebuah
generasi baru, yang akan menjadi suri tauladan, bagi seluruh umat manusia,
sepanjang sejarahnya. Tidak mungkin Islam akan dapat menjadi sebuah peradaban
baru, yang akan membangun kehidupan umat manusia dengan sebuah minhaj baru,
yang akan membebaskan manusia dari segala bentuk perbudakan yang ada.
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam hanya membatasi para Shahabat dengan
Al-Qur’an, dan nilai-nilai kemuliaan yang ada dalam Al-Qur’an.
Rasulullah
Shallahu dengan rencananya, khususnya dalam periode ‘formatifnya’
(pembentukan), tidak memberi kesempatan kepada para Shahabat sedikitpun mereguk
nilai-nilai diluar Al-Qur’an. Al-Qur’an yang Beliau terima dari Malaikat Jibril
disampaikan kepada para Shahabat, dan mereka mengamalkannya dengan penuh
keimanan. Karena itu, generasi pertama yang merupakan bentukan Rasulullah
Shallahu alaihi wa sallam, merupakan generasi paling mulia, generasi yang
merupakan kelompok yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai ‘asy-syabiquna
awwalun’ (mereka yang pernah istijabah menerima Al-Qur’an), dan istijabah
terhadap dakwah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.
Maka,
ketika itu, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam marah kepada Umar Ibn
Khatthab, waktu itu melihat Umar di tangannya ada selembar buku Taurat. Beliau
bersabda :“Demi Allah, seandainya Nabi Musa hidup di kalangan kamu sekarang
ini, ia pasti mengikuti saya”. (HR. al-Hafiz Abu Ya’ala, dari Hammad, dari
as-Syabi dari Jabir)
Generasi
para Shahabat yang mendapatkan tarbiyah langsung dari Rasulullah Shallahu
alaihi wa sallam, sebuah generasi yang unik, dan betapa mereka menjadi penyebar
Islam ke seluruh dunia. Mereka pula di saat bulan Ramadhan berperang
menaklukkan kafir Qurays, dan hanya dalam jumlah 300 Shahabat, melawan seribu
pasukan Qurays, dan berhasil menaklukan pusat peradaban jahiliyah, yaitu
Makkah. Fathul Makkah berlangung di saat bulan Ramadhan. Jihad para Shahabat
yang pertama dalam sejarah yang agung itu, berlangsung di bulan Ramadhan. Mereka
berhasil memberihkan kota Makkah, yang merupakan pusat perdaban jahiliyah,
kemudian menjadi pusat peradaban tauhid, yang hanya menyembah Allah Azza Wa
Jalla. Berhala-berhala yang menjadi pusat kesyirikan dibersihkan para Shahabat
yang dipimpin Rasululllah. Tidak ada lagi kehidupan syirik yang menjadi ciri
kehidupan kaum jahiliyah di sekitar Ka’bah. Kemudian, semuanya menjadi
penyembah tauhid, dan hanya semata-mata menyembah Rabbul Alamin.
Ini
merupakan bentuk kemenangan dari para generasi Qur’ani, yang dikenal dengan
para Shahabat, dan yang hidup dibawah naungan Al-Qur’an, mendasari kehidupan
dengan Al-Qur’an, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai minhajul hayah. Kemenangan
generasi Shahabat melawan kaum jahiliyah Makkah, menandakan adanya era baru
dalam kehidupan ummat manusia, yang sebelumnya dibelenggu peradaban jahiliyah
yang menyembah berhala dan materialisme, dan telah membawa kesesatan bagi
kehidupan manusia di Makkah telah berakhir.
Al-Qur’an
telah menciptakan sebuah kehidupan baru bagi bangsa-bangsa di dunia. Inilah
warisan dari generasi Qur’ani yang langsung dididik oleh Rasulullah Shallahu
alaihi wa sallam, yang bangkit melawan berbagai bentuk penyimpangan, kesesatan
dan kedurhakaan terhadap Allah Rabbul Alamin. Dalam koneks saat ini generasi qur’ani harus
lebih luas maknanya karena tantangan saat ini lebih banyak dan lebih kompleks.
Lalu
bagaimana kita sekarang ? Ketika
generasi qur’ani yang di wakili oleh para sahabat benar-benar menjadikan
al-Qur’an sebagai motor penggerak kehidupan mereka, menjadi ruh aktifitas hidup
mereka, maka ummat Islam sekarang , generasi muda saat ini banyak yang
menjadikan al-Qur’an hanyalah sebagai bacaan ritual saja, bahkan ada yang
menganggapnya bahwa al-Qur’an tidak membawa mereka kepada kemajuan, maka mereka
lebih asyik masyuk dengan hiburan-hiburan hedonis, para akademisi lebih asyik
dengan teori-teori barat yang materialis, menjadikan teori tersebut lebih
ilmiah dan valid dari pada al-Qur’an yang lebih banyak sisi normatif ilahiahnya
bahkan ungkapan-ungkapan abstrak yang tidak “rasional”. Inilah kenyataanya,
maka tidak ada jalan lain saat ini kecuali dua kalimat” Kembali kepada al-Qur’an,
Bangkitkan Generasi Qur’ani”
Kunci
Membangun Peradaban
Al-Qur'an
telah terbukti menjadi kunci kemenangan dan ‘izzah kaum muslimin. Suatu ketika
dahulu tatkala dalam dada umat tertanam kedekatan serta pemahaman yang dalam
terhadap al-Qur'an, mampu mengobarkan semangat seterusnya melahirkan kekuatan
sangat besar. Dalam siri-siri peperangan, banyak kisah sahabat yang berjaya
meraih kemenangan melalui bacaan al-Qur'an. Dalam perang Qadasiyah contohnya,
Umar ra memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqash ra untuk membaca dan memperdalam
kandungan ayat dalam surat al-Anfal di kalangan pasukannya. Lalu terjadilah
perubahan dahsyat dalam jiwa pasukan Islam. Mereka bangkit setelah hampir tewas
dan kehilangan semangat hingga mampu meraih kemenangan. (Hayatu shahabah 4,
hal 556). Demikianlah implementasi al-Qur’an dalam menjawab segala
problematika hidup sahabat, hal ini pula yang harus dibangun kembali oleh
generasi saat ini.
Malah
keistimewaan orang yang membaca dan mempelajari al-Qur'an diumpamakan oleh
Rasulullah, ibarat suata bejana yang penuh berisi minyak wangi yang baunya
selalu semerbak di mana-mana (Riwayat Ibnu Majah, Tirmidzi, Abu Daud). Peribadi
al-Qur’an bagai sebuah mercu obor yang memancarkan cahaya dan memberi terang di
malam gelap kepada umat manusia.
Maka
tidak ada yang lebih baik kecuali berusaha mengenalkan seseorang pada al-Qur'an
sejak dini. Kisah Alija dan Sayyid Quthb semasa kecil di atas, boleh dijadikan
ibrah bahawa pendidikan al-Qur'an sejak
kecil, sebagai tonggak utama terbentuknya mental dan keperibadian anak yang
sihat dan diredhai Allah SWT. Dalam petikan kisah di atas juga ternyata
menunjukkan kesan yang lahir dari kedekatan seseorang dengan al-Qur'an. Alija
yang terlatih dengan ayat-ayat Allah contohnya sentiasa menghubungkan garis
peristiwa hidupnya dengan ungkapan-ungkapan al-Qur'an. Sayyid Quthb pula
yang sejak kecil memiliki rasa hormat yang demikian agung dalam hatinya kepada
al-Quran, sehiagga di akhir hayatnya, beliau dapat dengan tenang menyongsong
syahadah di tiang gantung demi membela aqidahnya.
Oleh itu
sudah sewajarnya seorang anak, sejak kecil diusahakan untuk memiliki
ikatan-ikatan rohani melalui gema al-Qur’an. Sehingga jiwanya memiliki
kejernihan, cahaya, keimanan dan keikhlasan. Menjadi tanggungjawab kedua ibu
bapa untuk membuka mata anak sejak kecil untuk mengetahui prinsip baik dan
buruk, masalah halal dan haram, benar dan salah, dosa dan pahala sebagaimana yang
ditetapkan oleh al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda:"Suruhlah anak-anakmu
mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya…"(Riwayat Ibnu Jarir dan
Ibnu al-Mundzir).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar