Kamis, 20 Desember 2012

Membentuk Genearasi Qur'ani



Membentuk Generasi Qur'ani:
Solusi Membangun Peradaban Ummat
Dahulu, era tahun 80-an masih terngiang dalam benak ummat Islam senandung suara al-Qur’an di setiap rumah warga, di surau, musholla dan masjid-masjid, setiap sore mereka berbondong-bondong membawa obor dan berpenerangan lampu minyak mengaji dengan riang dan gembira.  Sebuah pemandangan yang begitu indah dan merindukan. Akan tetapi ada sesuatu yang terlupakan dimanakah generasi-generasi itu saat ini, dan manakah penerusnya ?
Semuanya telah hilang bersama dengan angin globalisasi dan informasi yang dengan kencang menggerus motivasi al-Qur’an generasi ummat Islam. Televisi telah menjadi kitab suci baru, internet menjadi panduan hidup yang instan dan game dan intertainmen telah menjadi hiburan nurani ummat ini yang telah mulai tercabik-cabik. Sebuah pemandangan yang patut direnungi oleh seluruh ummat Islam, untuk mengembalikan segala kejayaan  yang pernah tercapai. Hal ini tidak akan pernah ada kecuali mulai saat ini harus membangkitkan kembali “generasi qur’ani” yang telah lama terkubur.
kaum Mukminin seharusnya merenungkan dalam-dalam, terutama mereka yang terlibat dalam Gerakan Islam (Harakah Islamiyah) atau yang akitve dibidang dakwah. Mereka patut merenungkan, betapa Al-Qur’an mempunyai pengaruh yang sangat menentukan terhadap masa depan dakwah Islam bahkan masa depan sukses manusia baik di dunia ataupun di akhirat. Sebuah methode (minhaj) yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla secara sempurna, dan telah menuntun kehidupan manusia, sampai hari ini.
Dakwah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, pernah menghasilkan generasi yang tidak pernah dikenal sebelumnya, yaitu generasi para Shahabat. Generasi yang memiliki ciri atau karakter tersendiri, dan mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam sejarah Islam. Nampaknya dakwah ini tidak pernah lagi menghasilan sebuah generasi seperti yang pernah dihasilkan generasi para Shahabat.
Memang sepanjang sejarah selalu ada orang-orang besar, yang menghiasi lembaran-lembaran sejarah, tetapi mereka tidak akan pernah dapat menyamai generasi para Shahabat. Tidak pernah terjadi sepanjang sejarah, di mana berkumpul sedemikian banyaknya, pada suatu tempat dan periode, sebagaimana terjadi pada periode dakwah yang pertama, yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi seluruh kebesaran, kesuksesan yang telah mereka capai dapat kita miliki baik secara pribadi maupun secara kolektif keummatan dengan cara bagaimana ummat ini mampu membangkitkan kembali generasi-generasi yang mau dan mau menjadikan al-Qura’an sebagai panduan hidup mereka.
Allah Azza Wa Jalla telah menjamin untuk memerlihara ketinggian Islam ini, dan mengajarkan bahwa Islam ini terus berjalan dengan tidak adanya Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Semua ini tak lain merupakan buah dari dakwah Beliau Shallahu alaihi wa sallam, yang melaksanakan dakwah selama 23 tahun, lalu Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dijemput-Nya, dikekalkan-Nya agama ini sampai akhir zaman. Islam  terus berjalan dengan penuh geloranya, karena telah adanya Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang merupakan warisan kekal, sepanjang zaman dans sejarah manusia.
Mengapa generasi pertama dalam dakwah ini, mempunyai karakter yang khas, dan tidak akan pernah terjadi lagi sesudahnya, karena mereka berinteraksi langsung dengan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, dan menerima wahyu (Al-Qur’an), dan mengamalkannya. Mereka mengambil Al-Qur’an sebagai sumber bagi kehidupannya. Tidak mengambil sumber dari sumber-submer yang bathil buatan manusia. Seperti digambarkan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam :
“Sewaktu Aisyah RA, ditanya tentang budi-pekerti Rasul Shallahu alaihi wa sallam, ia berkata : “Budi pekertinya adalah Al-Qur’an”. (HR. Imam Ahmad)
Al-Qur’an menjadi satu-satunya sumber bagi kehidupan mereka, menjadi ukuran, dan dan dasar berpikir mereka. Ketika itu, bukan manusia tidak memiliki peradaban di bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Bukan. Justru saat itu peradaban Romawi, ilmu pengetahuan, dan hukum Romawi, yang sekarang masih menjadi ciri atau ideologi Eropa.
ahkan terdapat pengaruh peradaban Yunani, yang begitu kuat, di dalam kehidupan, sumber peradaban materi, yang sekarang terus mengalami dekadensi, yang menuju kehancurannya.
Mengapa generasi pertama dakwah ini, membatasi diri, dan tidak mau menerima berbagai peradaban dan pemikiran yang ada waktu, dan sudah sangat maju? Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, ingin membentuk sebuah generasi baru, yang dikenal dengan “Generasi Qur’ani”. Mereka yang benar-benar hidup dibawah naungan Al-Qur’an. Tidak hidup dibawah pengaruh atau terkontaminasi dengan peradaban Romawi dan Yunani, yang merupakan induk dari peradaban materialisme. Ada peradaban India, Cina, Romawi, Yunani, Persia, semuanya mengelilingi jazirah Arab dari Utara dan Selatan. Agama Yahudi dan Nashrani juga hidup di jazirah Arab, yang melahirkan peradaban dan budaya paganisme.
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam membatasi para Shahabat, yang ingin membentuk sebuah generasi baru, yang akan menjadi suri tauladan, bagi seluruh umat manusia, sepanjang sejarahnya. Tidak mungkin Islam akan dapat menjadi sebuah peradaban baru, yang akan membangun kehidupan umat manusia dengan sebuah minhaj baru, yang akan membebaskan manusia dari segala bentuk perbudakan yang ada. Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam hanya membatasi para Shahabat dengan Al-Qur’an, dan nilai-nilai kemuliaan yang ada dalam Al-Qur’an.
Rasulullah Shallahu dengan rencananya, khususnya dalam periode ‘formatifnya’ (pembentukan), tidak memberi kesempatan kepada para Shahabat sedikitpun mereguk nilai-nilai diluar Al-Qur’an. Al-Qur’an yang Beliau terima dari Malaikat Jibril disampaikan kepada para Shahabat, dan mereka mengamalkannya dengan penuh keimanan. Karena itu, generasi pertama yang merupakan bentukan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, merupakan generasi paling mulia, generasi yang merupakan kelompok yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai ‘asy-syabiquna awwalun’ (mereka yang pernah istijabah menerima Al-Qur’an), dan istijabah terhadap dakwah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.
Maka, ketika itu, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam marah kepada Umar Ibn Khatthab, waktu itu melihat Umar di tangannya ada selembar buku Taurat. Beliau bersabda :“Demi Allah, seandainya Nabi Musa hidup di kalangan kamu sekarang ini, ia pasti mengikuti saya”. (HR. al-Hafiz Abu Ya’ala, dari Hammad, dari as-Syabi dari Jabir)
Generasi para Shahabat yang mendapatkan tarbiyah langsung dari Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, sebuah generasi yang unik, dan betapa mereka menjadi penyebar Islam ke seluruh dunia. Mereka pula di saat bulan Ramadhan berperang menaklukkan kafir Qurays, dan hanya dalam jumlah 300 Shahabat, melawan seribu pasukan Qurays, dan berhasil menaklukan pusat peradaban jahiliyah, yaitu Makkah. Fathul Makkah berlangung di saat bulan Ramadhan. Jihad para Shahabat yang pertama dalam sejarah yang agung itu, berlangsung di bulan Ramadhan. Mereka berhasil memberihkan kota Makkah, yang merupakan pusat perdaban jahiliyah, kemudian menjadi pusat peradaban tauhid, yang hanya menyembah Allah Azza Wa Jalla. Berhala-berhala yang menjadi pusat kesyirikan dibersihkan para Shahabat yang dipimpin Rasululllah. Tidak ada lagi kehidupan syirik yang menjadi ciri kehidupan kaum jahiliyah di sekitar Ka’bah. Kemudian, semuanya menjadi penyembah tauhid, dan hanya semata-mata menyembah Rabbul Alamin.
Ini merupakan bentuk kemenangan dari para generasi Qur’ani, yang dikenal dengan para Shahabat, dan yang hidup dibawah naungan Al-Qur’an, mendasari kehidupan dengan Al-Qur’an, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai minhajul hayah. Kemenangan generasi Shahabat melawan kaum jahiliyah Makkah, menandakan adanya era baru dalam kehidupan ummat manusia, yang sebelumnya dibelenggu peradaban jahiliyah yang menyembah berhala dan materialisme, dan telah membawa kesesatan bagi kehidupan manusia di Makkah telah berakhir.
Al-Qur’an telah menciptakan sebuah kehidupan baru bagi bangsa-bangsa di dunia. Inilah warisan dari generasi Qur’ani yang langsung dididik oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, yang bangkit melawan berbagai bentuk penyimpangan, kesesatan dan kedurhakaan terhadap Allah Rabbul Alamin.  Dalam koneks saat ini generasi qur’ani harus lebih luas maknanya karena tantangan saat ini lebih banyak dan lebih kompleks.
Lalu bagaimana kita sekarang ?  Ketika generasi qur’ani yang di wakili oleh para sahabat benar-benar menjadikan al-Qur’an sebagai motor penggerak kehidupan mereka, menjadi ruh aktifitas hidup mereka, maka ummat Islam sekarang , generasi muda saat ini banyak yang menjadikan al-Qur’an hanyalah sebagai bacaan ritual saja, bahkan ada yang menganggapnya bahwa al-Qur’an tidak membawa mereka kepada kemajuan, maka mereka lebih asyik masyuk dengan hiburan-hiburan hedonis, para akademisi lebih asyik dengan teori-teori barat yang materialis, menjadikan teori tersebut lebih ilmiah dan valid dari pada al-Qur’an yang lebih banyak sisi normatif ilahiahnya bahkan ungkapan-ungkapan abstrak yang tidak “rasional”. Inilah kenyataanya, maka tidak ada jalan lain saat ini kecuali dua kalimat” Kembali kepada al-Qur’an, Bangkitkan Generasi Qur’ani”
Kunci Membangun Peradaban
Al-Qur'an telah terbukti menjadi kunci kemenangan dan ‘izzah kaum muslimin. Suatu ketika dahulu tatkala dalam dada umat tertanam kedekatan serta pemahaman yang dalam terhadap al-Qur'an, mampu mengobarkan semangat seterusnya melahirkan kekuatan sangat besar. Dalam siri-siri peperangan, banyak kisah sahabat yang berjaya meraih kemenangan melalui bacaan al-Qur'an. Dalam perang Qadasiyah contohnya, Umar ra memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqash ra untuk membaca dan memperdalam kandungan ayat dalam surat al-Anfal di kalangan pasukannya. Lalu terjadilah perubahan dahsyat dalam jiwa pasukan Islam. Mereka bangkit setelah hampir tewas dan kehilangan semangat hingga mampu meraih kemenangan. (Hayatu shahabah 4, hal 556). Demikianlah implementasi al-Qur’an dalam menjawab segala problematika hidup sahabat, hal ini pula yang harus dibangun kembali oleh generasi saat ini.
Malah keistimewaan orang yang membaca dan mempelajari al-Qur'an diumpamakan oleh Rasulullah, ibarat suata bejana yang penuh berisi minyak wangi yang baunya selalu semerbak di mana-mana (Riwayat Ibnu Majah, Tirmidzi, Abu Daud). Peribadi al-Qur’an bagai sebuah mercu obor yang memancarkan cahaya dan memberi terang di malam gelap kepada umat manusia.
Maka tidak ada yang lebih baik kecuali berusaha mengenalkan seseorang pada al-Qur'an sejak dini. Kisah Alija dan Sayyid Quthb semasa kecil di atas, boleh dijadikan ibrah bahawa pendidikan al-Qur'an sejak kecil, sebagai tonggak utama terbentuknya mental dan keperibadian anak yang sihat dan diredhai Allah SWT. Dalam petikan kisah di atas juga ternyata menunjukkan kesan yang lahir dari kedekatan seseorang dengan al-Qur'an. Alija yang terlatih dengan ayat-ayat Allah contohnya sentiasa menghubungkan garis peristiwa hidupnya dengan ungkapan-ungkapan al-Qur'an. Sayyid Quthb pula yang sejak kecil memiliki rasa hormat yang demikian agung dalam hatinya kepada al-Quran, sehiagga di akhir hayatnya, beliau dapat dengan tenang menyongsong syahadah di tiang gantung demi membela aqidahnya.
Oleh itu sudah sewajarnya seorang anak, sejak kecil diusahakan untuk memiliki ikatan-ikatan rohani melalui gema al-Qur’an. Sehingga jiwanya memiliki kejernihan, cahaya, keimanan dan keikhlasan. Menjadi tanggungjawab kedua ibu bapa untuk membuka mata anak sejak kecil untuk mengetahui prinsip baik dan buruk, masalah halal dan haram, benar dan salah, dosa dan pahala sebagaimana yang ditetapkan oleh al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda:"Suruhlah anak-anakmu mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya…"(Riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu al-Mundzir).

Tidak ada komentar: