Kamis, 15 Mei 2008


KISAH BOCAH KECIL CALON QUR’ANIC GENERATION

Saya tinggal di Iran dan punya usia anak empat tahun. Sejak tiga bulan lalu, saya masukkan
dia ke sekolah hafiz Quran untuk anak2. Setelah masuk, wah ternyata unik banget metodenya.
Siapa tau bisa dijadikan masukan buat akhwat2 (ihwan juga, -pen.) yg berkecimpung di bidang
ini.


Anak-anak balita yang masuk ke sekolah ini (namanya Jamiatul Quran), tidak disuruh langsung
ngapalin juz'amma, melainkan setiap kali datang, diperlihatkan gambar misalnya, gambar anak
lagi cium tangan ibunya. Di rumah, anak disuruh mewarnai gambar itu, lalu guru cerita ttg
gambar itu (jadi anak harus baik dll).


Kemudian, si guru ngajarin ayat wabil waalidaini ihsaana/Al Isra:23 dengan menggunakan
isyarat (kayak isyarat tuna rungu), misalnya walidaini, isyaratnya bikin kumis dan bikin
kerudung di wajah (menggambarkan ibu dan ayah). Jadi, anak2 mengucapkan ayat itu sambil
memperagakan makna ayat tersebut. Begitu seterusnya (satu pertemuan hanya satu atau dua
ayat yg diajarkan). Hal ini dilakukan selama 4
sampai 5 bulan. Setelah itu, mereka belajar membaca, dan baru kemudian mulai menghapal juz
'amma.


Suasana kelas juga semarak banget. Sejak anak masuk ke ruang kelas, sampai pulang, para
guru mengobral pujian-pujian (sayang, cantik, manis, pintar dll) dan pelukan atau ciuman. Tiap
hari (sekolah ini hanya 3 kali seminggu) selalu ada saja hadiah yang dibagikan untuk anakanak,
mulai dari gambar tempel, pensil warna, mobil2an, dll. Habis baca doa, anak-anak diajak
senam, baru mulai menghapal ayat. Itupun, sebelumnya guru mengajak ngobrol dan anak2
saling berebut memberikan pendapatnya. (Sayang anak saya krn masalah bahasa, cenderung
diam, tapi dia menikmati kelasnya).


Setelah berhasil menghapal satu ayat, anak-anak diajak melakukan berbagai permainan. Oya,
para ibu juga duduk di kelas, bareng2 anak2nya. Kelas itu durasinya 90 menit.
Hasilnya? Wah, bagus banget! Ketika melihat saya membuka keran air akan terlalu besar, anak
saya akan nyeletuk, Mama, itu israf (mubazir)! Soalnya, gurunya menerangkan makna surat Al
A'raf :31 kuluu washrabuu walaatushrifuu/ makanlah dan minumlah, dan jangan
israf/berlebih2an.


Waktu dia lihat TV ada polisi ngejar2 penjahat, dia nyeletuk Innal hasanaat ushrifna sayyiaat/
Sesungguhnya kebaikan akan mengalahkan kejahatan (Hud:114).
Teman saya mengeluh (dengan nada bangga) bahwa tiap kali dia ngobrol dgn temannya ttg
orang lain, anaknya akan nyeletuk Mama, ghibah ya? (soalnya, dia sudah belajar ayat laa
yaghtab ba'dhukum ba'dhaa/Mujadalah:12). Anak saya (dan anak2 lain, sesuai penuturan ibu2
mereka), ketika sendirian, suka sekali mengulang2 ayat2 itu tanpa perlu disuruh. Ayat2 itu
seolah-olah menjadi bagian dari diri mereka.


Mereka sama sekali tidak disuruh pakai kerudung. Tapi, setelah diajarkan ayat ttg jilbab (An-
Nur:31), mereka langsung minta sama ibunya untuk dipakaikan jilbab. Anak saya, ketika ingkar
janji (misalnya, janji nggak main lama2, trus ternyata mainnya lama), saya ingatkan ayat limaa
taquuluu maa laa taf'alun (As-Shaf:2)dia langsung
bilang Nanti nggak gitu lagi Ma Akibatnya, jika saya mengatakan sesuatu dan tidak saya tepati,
ayat itu pula yang keluar dari mulutnya!


Setelah tanya2 ke pihak sekolah, baru saya tahu bahwa metode seperti ini, tujuannya adalah
untuk menimbulkan kecintaan anak2 kepada Al Quran. Anak2balita itu di masa depan akan
mmpunyai kenangan indah ttg Al Quran.


Metode pengajaran ayat Quran dengan menggunakan isyarat ini diciptakan oleh seorang ulama
bernama Sayyid Thabathabai. Anak beliau yang pertama pada usia 5 tahun di bawah bimbingan
beliau sendiri, sudah hapal seluruh juz Al Quran, berikut maknanya, hapal topik2nya (misalnya,
ditanyakan, coba sebutkan ayat2 mana saja yg berbicara ttg akhlak kepada orangtua, dia akan
menyebut, ayat ini..ini..ini..), dan mampu bercakap-cakap dengan bahasa Al Quran (misalnya
ditanya; makanan favoritmu apa, dia akan menjawab Kuluu mimma fil ardhi halaalan
thayyibaa(Al Baqarah:168). Anak kedua juga memiliki kemampuan sama, tapi sedikit lebih
lambat, mungkin usia 6 atau 7
tahun.


Keberhasilan anak2 Sayyid Thabathabi itu benar-benar fenomental (bahkan anak pertamanya
diberi gelar Doktor Honoris Causa di bidang Ulumul Quran oleh sebuah universitas di Inggris),
sehingga sejak itu, gerakan menghapal Quran untuk anak-anak kecil benar2 digalakkan di Iran.
Setiap anak penghapal Quran dihadiahi pergi haji bersama orangtuanya oleh negara dan setiap
tahunnya ratusan anak kecil di
bawah usia 10 tahun berhasil menghapal Al Quran (jumlah ini lebih banyak kalau dihitung juga
dengan anak lulusan dari sekolah2 lain).


Salah satu tujuan Iran dalam hal ini (kata salah seorang guru) adalah untuk menepis isu-isu
dari musuh-musuh Islam yang ingin memecah-belah umat muslim, yang menyatakan bahwa
Quran-nya orang Iran itu beda/lain daripada yg lain).


Saya pernah diskusi dgn teman saya dosen ITB, dia mengatakan bahwa metode seperti itu
merangsang kecerdasan anak karena secara bersamaan anak akan melihat gambar, mendengar
suara, melakukan gerakan-gerakan yang selaras dengan ucapan verbal, dll. Sebaliknya,
menghapal secara membabi-buta, malah akan membuntukan otak anak. Selain itu, menurut
guru di Jamiatul Quran ini, pengalaman menunjukkan bahwa anak-anak
yang menghapal Quran dengan melalui proses isyarat ini (jadi mulai sejak balita sudah masuk
ke sekolah itu) lebih berhasil dibandingkan anak-anak yang masuk ke sana ketika usia SD.
Selain itu, menghapal Al Quran lengkap dengan pemahaman atas artinya jauh lebih bagus dan
awet (nggak cepat lupa) bila dibandingkan dengan hapal cangkem (mulut)